Sabtu, 19 November 2011

Sengketa Wilayah Indonesia - Malaysia



VIVAnews - Sengketa perairan Ambalat antara Indonesia dan Malaysia untuk sementara mereda. Alih-alih adu kekuatan di Ambalat, kedua negara telah bersepakat untuk merundingkan masalah tersebut. 


Deputi Kementerian Luar Negeri Malaysia,  A Kohilan Pillay mengatakan pemerintah Malaysia juga tak berencana mengajukan masalah Ambalat ke pengadilan internasional (International Court of Justice). "Pemerintah hanya akan melakukan itu sebagai jalan terakhir jika perundingan buntu," kata Kohilan seperti dikutip laman berita Malaysia, Bernama, Senin 6 Juli 2009. 

Ditambahkan dia, masalah Ambalat tak akan mengganggu hubungan Malaysia dan Indonesia, meski isu tersebut ramai diberitakan media di Indonesia, apalagi jelang pelaksanaan Pilpres 2009. 

Sebelumnya, lewat pengadilan internasional, Pulau Sipadan dan Ligitan lepas dari wilayah Indonesia. Namun, untuk masalah Ambalat pemerintah Indonesia optimistis.

Perundingan soal Ambalat yang ke 14 kalinya akan dilakukan di Malaysia Juli mendatang.

Sengketa Ambalat memanas ketika kapal Perang TNI Angkatan Laut, KRI Untung Surapati-872 menghalau kapal perang milik Tentara Diraja Laut Malaysia, KD Yu-308 di perairan Blok Ambalat pada Senin 25 Mei 2009.

Menurut data TNI Angkatan Laut, selama periode Januari-April 2009 telah ada sembilan kali pelanggaran kapal Malaysia. Beberapa hari kemudian, Kepala Staf Angkatan Laut, Laksamana TNI Tedjo Edhy Purdijatno, mengatakan pelanggaran Malaysia pada 2007 sebanyak 76 kali, pada 2008, ada 23 kali, sedangkan pada 2009 sudah  11 kali.

Malaysia mengklaim Ambalat sebagai wilayah kedaulatannya berdasarkan peta sepihak yang dibuat Malaysia pada 1979.

Peta sepihak itu tak hanya memicu sengketa dengan Indonesia, tapi juga dengan negara tetangga Malaysia lainnya yakni  Singapura, Vietnam, Filipina, dan Brunei Darussalam. (Vivanews)


Sengketa pulau antara Indonesia dan Malaysia ini bukanlah yang pertama kali terjadi. Sebelumnya, Indonesia dan Malaysia juga mengalami kasus yang sama, yakni sengketa Pulau Sipadan dan Ligitan yang berada di Selat Makassar tersebut.  Namun, pada akhirnya Malaysia berhasil memenangkan Pulau Sipadan dan Ligitan berdasarkan hasil voting pada International Court of Justice atau Mahkamah Internasional. Per 17 Desember 2002, Pulau Sipadan dan Ligitan resmi menjadi wilayah Malaysia.



Kemudian, muncul lagi sengketa wilayah antara Indonesia dengan Malaysia. Kali ini wilayah Ambalat yang menjadi permasalahan. Ambalat merupakan blok laut luas mencakup 15.235 kilometer persegi yang terletak di Laut Sulawesi atau Selat Makassar dan berada di dekat perpanjangan perbatasan darat antara Sabah, Malaysia, dan Kalimantan Timur, Indonesia. Penamaan blok laut ini didasarkan atas kepentingan eksplorasi kekayaan laut dan bawah laut, khususnya dalam bidang pertambangan minyak. Blok laut ini tidak semuanya kaya akan minyak mentah. (sumber:  http://bit.ly/uVFEIr)

Seperti kita ketahui, Indonesia memiliki batas wilayah yang terbagi dua yaitu darat dan laut. Batas darat wilayah Indonesia berbatasan langsung dengan Malaysia, Papua New Guinea, dan Timor Leste. Sedangkan batas laut wilayah Indonesia berbatasan dengan India, Malaysia, Singapura, Thailand, Vietnam, Filipina, Republik Palau, Australia, Timor Leste, dan Papua Nugini.

Karena banyaknya Negara yang berbatasan langsung dengan wilayah Indonesia, sengketa perebutan pulau pun merupakan hal yang tak terhindarkan sehingga Indonesia perlu mensosialisasikan dan menata wilayah-wilayah perbatasan secara lebih intensif. Sebagian besar daerah perbatasan Indonesia dengan Negara lain merupakan daerah tertinggal yang membutuhkan banyak sarana dan prasarana yang memadai. Hal ini kemudian menjadi celah bagi pihak lawan sengketa untuk merebut wilayah tersebut dengan cara membangun wilayah tersebut sehingga masyarakat setempat berpihak kepada mereka.



Apa yang seharusnya dilakukan oleh pihak Indonesia agar masalah sengketa dengan Malaysia maupun dengan Negara lain tidak menjadi perseteruan abadi? Yang pertama, pemerintah sebaiknya membuat rencana kerja untuk melindungi pulau-pulau dan wilayah Indonesia. Data-data mengenai pulau-pulau di Indonesia perlu dilengkapi. Pulau-pulau yang belum bernama pun sebaiknya diberi nama dan sesegera mungkin didata. Yang kedua, undang-undang tentang batas wilayah Indonesia sebaiknya diperbaharui agar menjadi lebih jelas. Ketiga, pemerintah seharusnya lebih memperhatikan kondisi sarana dan prasarana di wilayah perbatasan. Jika terdapat hal-hal yang perlu diperbaiki, maka lakukan sesegera mungkin agar tidak menjadi celah bagi Negara seberang untuk merebut hati masyarakat setempat. Keempat, perlu dibentuk asosiasi untuk mensosialisasikan wilayah Indonesia sehingga masyarakat mendapatkan pemahaman tentang batas-batas wilayah Indonesia. Dengan itu, Negara lain tidak melakukan klaim wilayah secara sepihak.

Sebaiknya permasalahan sengketa wilayah diselesaikan secara diplomasi melalui hubungan bilateral antar kedua Negara. Tingkatan pertama yang harus dilalui adalah perundingan bilateral antar kedua Negara tersebut, tetapi jika tidak ada perubahan bisa meminta pertolongan kepada organisasi-organisasi regional seperti ASEAN. Seperti permasalahan sengketa  Pulau Sipadan dan Ligitan yang diselesaikan melalui Mahkamah Internasional.  Sebenarnya dalam mempertahankan wilayah kesatuan sebuah Negara, dapat dipertahankan melalui perang. Namun, pada jaman seperti ini, perang sudah sangat jarang dilakukan dan akan menimbulkan kerugian baik materi, sosial, maupun ekonomi bagi kedua Negara.

Maka sebaiknya permasalahan sengketa wilayah sebaiknya diselesaikan secara diplomasi saja. Indonesia juga seharusnya lebih memperhatikan wilayah-wilayah perbatasan sehingga kasus-kasus seperti Pulau Sipadan Ligitan dan Ambalat tidak terulang lagi.

Ditulis oleh: Navia Izzati
                  Ilmu Komunikasi
                  1111003012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar