Minggu, 20 November 2011

Hak Asasi Manusia Hanya Sebatas Wacana


JAKARTA, SELASA — Berdasar catatan akhir tahun 2008 Komnas HAM, negara dinilai gagal merespons penyelesaian hukum berbagai kasus pelanggaran hak asasi manusia baik itu dari kapasitas maupun kecepatan responsnya. Terbukti beberapa kasus pelanggaran HAM berat masih menumpuk di tangan penyidik.­­­
Demikian dikatakan Ketua Komnas HAM Ifdhal Kasim saat membacakan "Catatan Akhir Tahun Komnas HAM tentang Kondisi HAM Tahun 2008" di Kantor Komnas HAM, Jl Latuharhary, Jakarta, Rabu (9/12).
"Tak satu pun hasil penyelidikan Komnas HAM pada kasus-kasus pelanggaran HAM berat ditindaklanjuti oleh Kejaksaan untuk dibawa ke Pengadilan HAM. Debat prosedural dan politis tidak berkesudahan, lemahnya perangkat legislasi justru tak kunjung diantisipasi," ujar Ifdhal.
Ia mengatakan, hingga akhir tahun ini ada 7 hasil penyelidikan Komnas HAM yang masih macet di Kejaksaan yakni kasus penembakan mahasiswa Trisakti, Mei 1998, Semanggi I, Semanggi II, Wamena, Wasior, dan kasus penculikan aktivis 1997-1998.
"Tahun ini ada dua hal yang signifikan yang perlu dicatat yakni dalam hal hak atas pencarian keadilan bagi korban kasus pelanggaran HAM macet dan meluasnya pelanggaran terhadap hak dasar dengan perilaku kekerasan mayoritas atas minoritas agama maupun politik," jelas Ifdhal.
Ia menyebut beberapa pemeluk agama minoritas yang diperlakukan diskriminatif dan mengalami kekerasan fisik seperti perusakan sekolah dan rumah ibadah, misalnya Jemaah Ahmadiyah, Al-Qidayah Al Islamiyah Siroj Jaziroh, Gereja Tani Mulya, dan Gereja Kristen Pasundan Dayeuh Kolot.
"Diskriminasi juga terjadi dalam bentuk peraturan-peraturan daerah syariat yang berdampak langsung terhadap penghormatan dan kebebasan dasar mereka, ironisnya, negara justru melakukan pembiaran bahkan mengkriminalkan korban," tegas Ifdhal.
Selain itu, Ifdhal mengatakan, pemerintah juga tak memerhatikan hak ekonomi, sosial, dan budaya (hak ekosob) sebagai suatu hak asasi warga negara yang seharusnya menjadi tanggung jawab negara.
"Hak ekosob ini tidak dijadikan sebagai paradigma dalam penyusunan kebijakan pembangunan, sehingga pembangunan terus berjalan, tetapi hak warga negara tetap dilanggar. Kepentingan dan nilai-nilai fundamentalisme pasar justru dilindungi dan meniadakan hak ekosob warga negara," tegas Ifdhal.
Dalam catatannya, Ifdhal mengatakan masih tingginya tindakan penggusuran rumah dan permukiman rakyat tanpa adanya relokasi yang layak.
"Sedangkan berbagai program pemerintah untuk menanggulangi kemiskinan seperti BLT dan PNPM Mandiri justru tak mengurangi jumlah orang miskin, tetapi membuat orang miskin semakin tergantung," pungkasnya. http://nasional.kompas.com/read/2008/12/09/21510484/Demi.HAM.Negara.Gagal.Tegakkan.Hukum.

Bagaimana kita menyikapi kasus tersebut?

Secara definitif pengertian dasar hak adalah unsur normatif yang berfungsi sebagai pedoman berperilaku, melindungi kebebasan, kekebalan serta menjamin adanya peluang bagi manusia dalam menjaga harkat dan martabatnya. (Yasni, Sedarnawati. 2010. Citizenship)
Menurut Sedarnawati Yasni dalam buku Citizenship, Hak Asasi Manusia adalah hak yang melekat pada diri manusia yang bersifat kodrati dan fundamental sebagai suatu anugrah Tuhan yang harus dihormati, dijaga, dan dilindungi oleh setiap individu, masyarakat atau bangsa.



Jadi, dapat kita simpulkan bahwa hak asasi manusia adalah hak dasar yang dimiliki seorang manusia sejak dia lahir dan berlaku selama masa hidupnya.  Adapun pembagian bidang, jenis dan macam Hak Asasi Manusia Dunia adalah:
1.      Hak Asasi Pribadi / Personal Right
  • Hak kebebasan untuk bergerak, bepergian dan berpindah-pindah tempat.
  • Hak kebebasan mengeluarkan atau menyatakan pendapat.
  • Hak kebebasan memilih dan aktif di organisasi atau perkumpulan.
  • Hak kebebasan untuk memilih, memeluk, dan menjalankan agama dan kepercayaan yang diyakini masing-masing.

2.      Hak Asasi Politik / Political Right
  • Hak untuk memilih dan dipilih dalam suatu pemilihan.
  • Hak ikut serta dalam kegiatan pemerintahan.
  • Hak membuat dan mendirikan parpol / partai politik dan organisasi politik lainnya.
  • Hak untuk membuat dan mengajukan suatu usulan petisi.

3.      Hak Asasi Hukum / Legal Equality Right
  • Hak mendapatkan perlakuan yang sama dalam hukum dan pemerintahan.
  • Hak untuk menjadi pegawai negeri sipil / pns.
  • Hak mendapat layanan dan perlindungan hukum.

4.      Hak Asasi Ekonomi / Property Rigths
  • Hak kebebasan melakukan kegiatan jual beli.
  • Hak kebebasan mengadakan perjanjian kontrak.
  • Hak kebebasan menyelenggarakan sewa-menyewa, hutang-piutang, dll.
  • Hak kebebasan untuk memiliki susuatu.
  • Hak memiliki dan mendapatkan pekerjaan yang layak.
5.      Hak Asasi Peradilan / Procedural Rights
  • Hak mendapat pembelaan hukum di pengadilan.
  • Hak persamaan atas perlakuan penggeledahan, penangkapan, penahanan dan penyelidikan di mata hukum.
6.      Hak Asasi Sosial Budaya / Social Culture Right

Dari sekian banyak hak asasi manusia, dapat kita ambil beberapa contoh hak asasi manusia yang paling dasar, yaitu:
  • Hak untuk hidup.
  • Hak untuk mendapatkan rasa aman.
  • Hak untuk memperoleh pendidikan.
  • Hak untuk mengeluarkan pendapat.
  • Hak untuk hidup bersama-sama seperti orang lain.
  • Hak untuk mendapatkan perlakuan yang sama.






Dari kasus diatas dapat kita lihat terdapat banyak sekali pelanggaran hak asasi manusia di Indonesia yang diacuhkan oleh pihak berwajib. Disini dapat kita simpulkan bahwa hak asasi manusia di Indonesia masih belum menunjukkan suatu hasil yang memuaskan. Komnas HAM yang merupakan lembaga perlindungan Hak Asasi Manusia di Indonesia belum bisa menyelesaikan beberapa kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia di Indonesia, malah cenderung mengabaikan dan mengacuhkan. Padahal suatu pelanggaran Hak Asasi Manusia yang disengaja maupun tidak disengaja harusnya diberi sanksi yang setimpal sesuai dengan hukum yang berlaku. Tetapi kenyataannya pelanggaran hak asasi manusia tersebut malah tidak memperoleh mekanisme hukum yang benar dan adil.

Pemerintah juga kurang memperhatikan hak-hak ekonomi, sosial, dan budaya sebagai suatu hak asasi warga negara yang dimiliki oleh warga negara Indonesia, sehingga kesejahteraan ekonomi dan sosial masyarakat belum dapat terpenuhi. Padahal sebagai seorang manusia, setiap manusia dalam berbagai kalangan memiliki hak yang sama yang tidak boleh dibeda-bedakan dalam suatu negara.

Pelaksanaan hak asasi manusia di Indonesia sekarang malah terlihat hanya sebatas wacana saja. Hak asasi manusia dibikin seolah-olah hanya sebagai simbol yang dimiliki oleh setiap manusia. Seperti yang telah kita ketahui saat ini, banyak orang-orang yang diterlantarkan hak-haknya. Baik hak untuk hidup, hak untuk memperoleh pekerjaan, hak atas rasa aman, dan banyak hal lainnya.

Seharusnya pemerintah bisa lebih peka terhadap lingkungan masyarakat yang ada di Indonesia, sebab kepekaan pemerintah tersebut pastinya akan sangat berpengaruh khususnya bagi masyarakat dengan perekonomian menengah kebawah yang mana masih memiliki hak yang sama dengan lainnya. Seharusnya pihak berwajib lebih objektif dalam menangani berbagai macam kasus. Karena setiap hak manusia harusnya dihargai dan dijaga untuk kesejahteraan bersama.


Ditulis oleh: Kartika Putri Hanafi
                  1111003050
                  Ilmu Komunikasi

Demokrasi di Indonesia







Sabtu, 19 November 2011

Sengketa Wilayah Indonesia - Malaysia



VIVAnews - Sengketa perairan Ambalat antara Indonesia dan Malaysia untuk sementara mereda. Alih-alih adu kekuatan di Ambalat, kedua negara telah bersepakat untuk merundingkan masalah tersebut. 


Deputi Kementerian Luar Negeri Malaysia,  A Kohilan Pillay mengatakan pemerintah Malaysia juga tak berencana mengajukan masalah Ambalat ke pengadilan internasional (International Court of Justice). "Pemerintah hanya akan melakukan itu sebagai jalan terakhir jika perundingan buntu," kata Kohilan seperti dikutip laman berita Malaysia, Bernama, Senin 6 Juli 2009. 

Ditambahkan dia, masalah Ambalat tak akan mengganggu hubungan Malaysia dan Indonesia, meski isu tersebut ramai diberitakan media di Indonesia, apalagi jelang pelaksanaan Pilpres 2009. 

Sebelumnya, lewat pengadilan internasional, Pulau Sipadan dan Ligitan lepas dari wilayah Indonesia. Namun, untuk masalah Ambalat pemerintah Indonesia optimistis.

Perundingan soal Ambalat yang ke 14 kalinya akan dilakukan di Malaysia Juli mendatang.

Sengketa Ambalat memanas ketika kapal Perang TNI Angkatan Laut, KRI Untung Surapati-872 menghalau kapal perang milik Tentara Diraja Laut Malaysia, KD Yu-308 di perairan Blok Ambalat pada Senin 25 Mei 2009.

Menurut data TNI Angkatan Laut, selama periode Januari-April 2009 telah ada sembilan kali pelanggaran kapal Malaysia. Beberapa hari kemudian, Kepala Staf Angkatan Laut, Laksamana TNI Tedjo Edhy Purdijatno, mengatakan pelanggaran Malaysia pada 2007 sebanyak 76 kali, pada 2008, ada 23 kali, sedangkan pada 2009 sudah  11 kali.

Malaysia mengklaim Ambalat sebagai wilayah kedaulatannya berdasarkan peta sepihak yang dibuat Malaysia pada 1979.

Peta sepihak itu tak hanya memicu sengketa dengan Indonesia, tapi juga dengan negara tetangga Malaysia lainnya yakni  Singapura, Vietnam, Filipina, dan Brunei Darussalam. (Vivanews)


Sengketa pulau antara Indonesia dan Malaysia ini bukanlah yang pertama kali terjadi. Sebelumnya, Indonesia dan Malaysia juga mengalami kasus yang sama, yakni sengketa Pulau Sipadan dan Ligitan yang berada di Selat Makassar tersebut.  Namun, pada akhirnya Malaysia berhasil memenangkan Pulau Sipadan dan Ligitan berdasarkan hasil voting pada International Court of Justice atau Mahkamah Internasional. Per 17 Desember 2002, Pulau Sipadan dan Ligitan resmi menjadi wilayah Malaysia.



Kemudian, muncul lagi sengketa wilayah antara Indonesia dengan Malaysia. Kali ini wilayah Ambalat yang menjadi permasalahan. Ambalat merupakan blok laut luas mencakup 15.235 kilometer persegi yang terletak di Laut Sulawesi atau Selat Makassar dan berada di dekat perpanjangan perbatasan darat antara Sabah, Malaysia, dan Kalimantan Timur, Indonesia. Penamaan blok laut ini didasarkan atas kepentingan eksplorasi kekayaan laut dan bawah laut, khususnya dalam bidang pertambangan minyak. Blok laut ini tidak semuanya kaya akan minyak mentah. (sumber:  http://bit.ly/uVFEIr)

Seperti kita ketahui, Indonesia memiliki batas wilayah yang terbagi dua yaitu darat dan laut. Batas darat wilayah Indonesia berbatasan langsung dengan Malaysia, Papua New Guinea, dan Timor Leste. Sedangkan batas laut wilayah Indonesia berbatasan dengan India, Malaysia, Singapura, Thailand, Vietnam, Filipina, Republik Palau, Australia, Timor Leste, dan Papua Nugini.

Karena banyaknya Negara yang berbatasan langsung dengan wilayah Indonesia, sengketa perebutan pulau pun merupakan hal yang tak terhindarkan sehingga Indonesia perlu mensosialisasikan dan menata wilayah-wilayah perbatasan secara lebih intensif. Sebagian besar daerah perbatasan Indonesia dengan Negara lain merupakan daerah tertinggal yang membutuhkan banyak sarana dan prasarana yang memadai. Hal ini kemudian menjadi celah bagi pihak lawan sengketa untuk merebut wilayah tersebut dengan cara membangun wilayah tersebut sehingga masyarakat setempat berpihak kepada mereka.



Apa yang seharusnya dilakukan oleh pihak Indonesia agar masalah sengketa dengan Malaysia maupun dengan Negara lain tidak menjadi perseteruan abadi? Yang pertama, pemerintah sebaiknya membuat rencana kerja untuk melindungi pulau-pulau dan wilayah Indonesia. Data-data mengenai pulau-pulau di Indonesia perlu dilengkapi. Pulau-pulau yang belum bernama pun sebaiknya diberi nama dan sesegera mungkin didata. Yang kedua, undang-undang tentang batas wilayah Indonesia sebaiknya diperbaharui agar menjadi lebih jelas. Ketiga, pemerintah seharusnya lebih memperhatikan kondisi sarana dan prasarana di wilayah perbatasan. Jika terdapat hal-hal yang perlu diperbaiki, maka lakukan sesegera mungkin agar tidak menjadi celah bagi Negara seberang untuk merebut hati masyarakat setempat. Keempat, perlu dibentuk asosiasi untuk mensosialisasikan wilayah Indonesia sehingga masyarakat mendapatkan pemahaman tentang batas-batas wilayah Indonesia. Dengan itu, Negara lain tidak melakukan klaim wilayah secara sepihak.

Sebaiknya permasalahan sengketa wilayah diselesaikan secara diplomasi melalui hubungan bilateral antar kedua Negara. Tingkatan pertama yang harus dilalui adalah perundingan bilateral antar kedua Negara tersebut, tetapi jika tidak ada perubahan bisa meminta pertolongan kepada organisasi-organisasi regional seperti ASEAN. Seperti permasalahan sengketa  Pulau Sipadan dan Ligitan yang diselesaikan melalui Mahkamah Internasional.  Sebenarnya dalam mempertahankan wilayah kesatuan sebuah Negara, dapat dipertahankan melalui perang. Namun, pada jaman seperti ini, perang sudah sangat jarang dilakukan dan akan menimbulkan kerugian baik materi, sosial, maupun ekonomi bagi kedua Negara.

Maka sebaiknya permasalahan sengketa wilayah sebaiknya diselesaikan secara diplomasi saja. Indonesia juga seharusnya lebih memperhatikan wilayah-wilayah perbatasan sehingga kasus-kasus seperti Pulau Sipadan Ligitan dan Ambalat tidak terulang lagi.

Ditulis oleh: Navia Izzati
                  Ilmu Komunikasi
                  1111003012

Rabu, 16 November 2011

Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

Study Kasus : Korupsi
Pancasila adalah ideologi dasar bagi negara Indonesia. Nama ini terdiri dari dua kata dari Sansekertapanca berarti lima dan sila berarti prinsip atau asas. Pancasila merupakan rumusan dan pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara bagi seluruh rakyat Indonesia.
Lima sendi utama penyusun Pancasila adalah Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, dan tercantum pada paragraf ke-4 Preambule (Pembukaan) Undang-undang Dasar 1945.
Didalam kasus ini saat mengambil study kasus “Korupsi”, yang berhubungan dengan sila kelima yang berbunyi “Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia “ . Didalam sila kelima terdapat 12 butir butir dari 45 butir butir Pancasila, 12 butir butir itu sebagai berikut :
1.       Mengembangkan perbuatan-perbuatan yang luhur yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan gotong-royong.
2.        Bersikap adil.
3.        Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban.
4.        Menghormati hak-hak orang lain.
5.        Suka memberi pertolongan kepada orang lain.
6.        Menjauhi sikap pemerasan terhadap orang lain.
7.        Tidak bersifat boros.
8.        Tidak bergaya hidup mewah.
9.        Tidak melakukan perbuatan yang merugikan kepentingan umum.
10.    Suka bekerja keras.
11.    Menghargai hasil karya orang lain.
12.    Bersama-sama berusaha mewujudkan kemajuan yang merata dan berkeadilan sosial.
Dalam sila kelima dan 12 butir diatas menjadi panutan saya untuk mengkaji kasus korupsi yang akan saya bahas yaitu kasus “Korupsi BOS SMPN I Tuban, Dituntut 5 Tahun Penjara”.
                 Bejo Mulyono, mantan Kepala SMPN I Tuban yang disangka telah melakukan korupsi uang bantuan operasional sekolah (BOS) saat yang bersangkutan menjadi kepala SMPN I Tuban oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri Tuban dituntut hukuman 5 tahun penjara.
     Selain itu tersangka juga dituntut mengembalikan kerugian negera Rp 1,4 miliar dan denda Rp 250 juta. Tuntutan itu disampaikan JPU Agus Budiarto, SH dihadapan majelis hakim PN Tuban yang dipimpin Kurnia, SH, MH, Kamis (23/12).
     Dalam sidang tuntutan itu, Bejo mengakui sebagian dari dakwaan JPU, salah satunya adalah penggunaan uang BOS Rp 57 juta untuk biaya saat dia diperiksa. Sayangnya, Bejo belum mau menjelaskan untuk apa saja uang sebesar itu.
     Dalam kasus korupsi dengan tersangka tunggal ini tak urung menjadi rasan-rasan, baik kuasa hukum tersangka maupun Lumbung Informasi Rakyat (LIRA)) Tuban yang sejak awal ikut mengawal kasus tersebut. “Ini menjadi aneh, korupsi itu dilakukan secara berjamaah, tapi, yang lain kok tidak tersentuh,” ungkap Bupati LIRA Tuban Hadi Purnomo SH.
     LIRA berharap bukan hanya Bejo saja yang diseret di persidangan, tapi, semua yang terlibat dalam kasus korupsi ini, termasuk kemungkinan keterlibatan bendahara SMPN I Tuban. “JPU harus mampu memberantas korupsi di SMPN I Tuban sampai pada akar-akarnya,” tandas Hadi Purnomo.
     Meski masih ada kejanggalan, lanjut Hadi, tuntutan 5 tahun kasus korupsi ini merupakan hal yang langka terjadi di Tuban. Ini merupakan bukti adanya keseriusan pihak kejaksaan dan kepolisian dalam memberantas korupsi di Tuban.
     Pihaknya, berharap ke depan semua dugaan kasus korupsi yang terjadi di Tuban bisa diungkap dan pelakunya mendapat ganjaran setimpal. “Selama saya hidup di Tuban ya baru kali ini JPU menuntut kasus korupsi hingga 5 tahun. Biasanya tututannya hanya berkisara satu tahunan,” terang Hadi.
     Penasehat hukum terdakwa, Sholeh SH yang ditemui juga menyayangkan atas sikap JPU yang hanya membebankan kesalahan itu kepada kliennya. Padahal dari fakta persidangan ada beberapa guru yang memalsukan tanda tangan dalam dokumen SPJ. “Korupsi kok hanya dilakukan sendirian, kan tidak masuk akal, ini yang harus diungkap,” tegas Sholeh.
     Hingga Desember tahun ini, Kejari Tuban telah menangani 5 kasus korupsi. Diantaranya adalah dugaan korupsi pengadaan genset di Dinas Kelautan, dengan kerugian negara sekitar Rp 300 juta, dugaan korupsi Kades Desa Kapu, Kecamatan Merakurak, dengan kerugian Rp 68 juta.
Dugaan korupsi lainnya yang tengah ditangani adalah pengadaan tanah Jabung Ring Dike, dengan kerugian Rp 1,4 milyar, dugaan korupsi dana BOS, RSBI dan komite sekolah di SMPN I Tuban dengan kerugian negara Rp 1,4 miliar, serta dugaan korupsi pengadaan KTP di Dinas Kependudukan Tuban, dengan kerugian Rp 500 juta, yang menyeret mantan Kepala Capil dan Kependudukan Tuban Mudijono serta Hermanto, pimpinan CV Bina Karya selaku perusahaan rekanan proyek tersebut sebagai terdakwa.
·         Dasar Hukum / Pasal pada Undang Undang
Undang – Undang tentang perubahan atas undang-undang nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi. Undang – Undang ini berisi 43 Pasal tentang Korupsi mulai bentuk kesalahan, hokum yang berlaku, dan denda karena telah menggunakan uang Negara tanpa ijin dan melanggar peraturan yang berlaku.
            Berdasarkan uraian hukum undang - undang nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi. Korupsi ini terkena hukum pidana kurungan penjara, denda berupa uang, dan pengembalian uang yang di korupsi kepada Negara. Hukum untuk mantan Kepala Sekolah (Kepsek) SMPN 1 Tuban, Drs Bejo Mulyono MM, divonis hukuman tiga tahun penjara dan denda Rp 100 juta, subsider kurungan tiga tahun, pengembalian uang negara sebesar Rp 408.208.559 dan subsider 6 tahun penjara.
Demikian keputusan Hakim Kurnia Yani Darmono, dalam sidang korupsi Biaya Operasional Sekolah (BOS) di Pengadilan Negeri (PN) Tuban, Kamis (20/1/2011).
            Korupsi dana BOS, dana yang sangat di butuhkan untuk para siswa yang tidak mampu demi melanjutkan sekolah di korupsi dan digunakan dengan bentuk pribadi, walau tidak terlihat cara berkorupsinya, tetapi memiliki dampak secara tidak lansung sangat besar pada sekitar. Seperti turunnya bantuan BOS, kerugian pada Negara, dan citra sekolah SMP Negeri 1 Tuban serta citra personal dan keluarga koruptor.
            Berita ini cukup membuat gempar dunia pendidikan Kabupaten Tuban dan para siswa di Tuban dikarenakan SMP Negeri 1 Tuban, merupakan sekolah favorit dan menjadi pemegang hasil UAN rangking 3 Nasional. Cukup mengagetkan jika seorang kepseknya melakukan korupsi karena dalam masa menjabat, citra SMP Negeri 1 Tuban selalu baik dan menjadi favorit dipertahankan.

Ditulis oleh : Fakhri Raditya / 1111003098 / Ilmu Komunikasi 2011



Senin, 14 November 2011

Memahami HAM "Marsinah Pahlawan Kaum Buruh "

Hak asasi manusia, setiap manusia lahir pasti memiliki hak ini, hak yang dimiliki sejak lahir hak manusia untuk berpendapat dan melakukan yang mereka mau atau dengan kata lain hak kebebasan manusia. Tetapi ada beberapa kasus orang mengunci mati hak seseorang, salah satunya adalah kasus yang saya angkat menjadi studi kasus saya yaitu kasus “Marsinah”
 Pada pertengahan April 1993, para buruh PT. CPS (Catur Putra Surya)—pabrik tempat kerja Marsinah—resah karena ada kabar kenaikan upah menurut Sudar Edaran Gubernur Jawa Timur. Dalam surat itu termuat himbauan pada para pengusaha untuk menaikkan upah buruh sebesar 20% dari upah pokok. Pada minggu-minggu tersebut, Pengurus PUK-SPSI PT. CPS mengadakan pertemuan di setiap bagian untuk membicarakan kenaikan upah sesuai dengan himbauan dalam Surat Edaran Gubernur.
Tanggal 4 Mei 1993 pukul 07.00 para buruh PT. CPS melakukan unjuk rasa dengan mengajukan 12 tuntutan. Seluruh buruh dari ketiga shift serentak masuk pagi dan mereka bersama-sama memaksa untuk diperbolehkan masuk ke dalam pabrik. Satpam yang menjaga pabrik menghalang-halangi para buruh shift II dan shift III. Para satpam juga mengibas-ibaskan tongkat pemukul serta merobek poster dan spanduk para pengunjuk rasa sambil meneriakan tuduhan PKI kepada para pengunjuk rasa.
Aparat dari koramil dan kepolisian sudah berjaga-jaga di perusahaan sebelum aksi berlangsung. Selanjutnya, Marsinah meminta waktu untuk berunding dengan pengurus PT. CPS. Perundingan berjalan dengan hangat. Dalam perundingan tersebut, sebagaimana dituturkan kawan-kawannya. Marsinah tampak bersemangat menyuarakan tuntutan. Dialah satu-satunya perwakilan dari buruh yang tidak mau mengurangi tuntutan.
Namun, pertentangan antara kelompok buruh dengan pengusaha tersebut belum berakhir. Pada tanggal 5 Mei 1993, 13 buruh dipanggil kodim Sidoarjo. Para buruh terpaksa menerima PHK karena tekanan fisik dan psikologis yang bertubi-tubi. Dua hari kemudian menyusul 8 buruh di-PHK di tempat yang sama.
Marsinah bahkan sempat mendatangi Kodim Sidoarjo untuk menanyakan keberadaan rekan-rekannya yang sebelumnya dipanggil pihak Kodim. Setelah itu, sekitar pukul 10 malam, Marsinah lenyap. Marsinah marah saat mengetahui perlakuan tentara kepada kawan-kawannya. Selanjutnya, Marsinah mengancam pihak tentara bahwa Ia akan melaporkan perbuatan sewenang-wenang terhadap para buruh tersebut kepada Pamannya yang berprofesi sebagai Jaksa di Surabaya dengan membawa surat panggilan kodim milik salah seorang kawannya. Mulai tanggal 6,7,8, keberadaan Marsinah tidak diketahui oleh rekan-rekannya sampai akhirnya ditemukan telah menjadi mayat pada tanggal 9 Mei 1993.
Mayat Marsinah ditemukan di gubuk petani dekat hutan Wilangan, Nganjuk tanggal 9 Mei 1993. Posisi mayat ditemukan tergeletak dalam posisi melintang dengan kondisi sekujur tubuh penuh luka memar bekas pukulan benda keras, kedua pergelangannya lecet-lecet, tulang panggul hancur karena pukulan benda keras berkali-kali, pada sela-sela paha terdapat bercak-bercak darah, diduga karena penganiayaan dengan benda tumpul dan pada bagian yang sama menempel kain putih yang berlumuran darah.
 *      Dasar Hukum / Pasal pada Undang Undang
Pasal 1 butir ke-1 UU No. 39 tahun 1999
Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum dan Pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.
Pasal 1 butir ke-6 UU No. 39 tahun 1999
Pelanggaran hak asasi manusia adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk aparat negara baik disengaja maupun tidak sengaja, atau kelalaian yang secara melawan hukum mengurangi, menghalangi, membatasi, dan atau mencabut hak asasi manusia seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh Undang-undang ini, dan tidak mendapatkan, atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar, berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku.
Pasal 9 butir ke-1 UU No. 39 tahun 1999
Setiap orang berhak untuk hidup, mempertahankan hidup dan meningkatkan taraf kehidupannya.
*    Pendapat saya tentang kasus Marsinah
Berdasarkan uraian tentang definisi HAM pada pasal 1 butir ke-1 jo pasal 9 butir ke-1 UU No. 39 tahun 1999, dikaitkan dengan dengan adanya fakta kejadian tersebut, pembunuhan terhadap Marsinah dapat dikategorikan sebagai pelanggaran HAM, sebagaimana halnya dalam kasus pembunuhan aktifis HAM lainnya yaitu antara lain Munir yang dalam nampak dalam proses hukumnya dengan diterapkannya pasal-pasal dalam KUHP tentang pembunuhan, bukan pasal-pasal dalam UU tentang Pengadilan HAM.
Pada akhirnya menyebabkan Marsinah dibunuh oleh pihak tertentu untuk meredam aksi buruh di beberapa tempat lainnya di Indonesia saat itu.
Pembunuhan terhadap pegiat HAM adalah pelanggaran HAM yang tergolong serius, oleh karena itu ketidaktuntasan kasus ini akan menjadi bukti betapa lemahnya pemerintah di kalangan intelejen dan pro status quo untuk mengungkap kasus-kasus pembunuhan para pembela HAM seperti kasus aktivis buruh Marsinah, dan kasus-kasus pelanggaran HAM lainnya.
 HAM sebuah hak yang kita miliki sejak lahir, dalam kasus ini hak dari seorang Marsinah dikunci mati untuk memperjuangkan hak hak teman teman buruhnya, kasus menyebabkan tewasnya Marsinah sebagai peredam kasus ini. Tetapi perjuangan Marsinah mendapat sebuah anugerah dari Republik Indonesia yaitu memperoleh Penghargaan Yap Thiam Hien pada tahun yang sama. Kasus ini menjadi catatan ILO (Organisasi Buruh Internasional), dikenal sebagai kasus 1713.
 Begitu besar perjuangan seorang wanita bernama Marsinah, hingga nyawa dia harus direlakan, penghargaan ini menjadi pengganti perjuangan Marsinah dan Penyelidikan lebih detail harus terus di jalankan.
Ditulis : Fakhri Raditya / 1111003098 / Ilmu Komunikasi

Sabtu, 12 November 2011

Rendahnya Kebanggaan Terhadap Bahasa Indonesia



JAKARTA, Perilaku berbahasa masyarakat selama ini kurang menempatkan bahasa nasional sebagai tuan rumah di negeri sendiri. Rasa bangga terhadap bahasa Indonesia yang telah menempatkan bahasa itu sebagai lambang jati diri bangsa Indonesia telah menurun. Masyarakat memilih penggunaan bahasa a sing atau bahasa daerah yang tidak pada tempatnya.
Menteri Pendidikan Nasional Bambang Sudibyo mengemukakan hal itu di hadapan 1.100 peserta Kongres IX Bahasa Indonesia, Selasa (28/10) di Jakarta. Negara-negara maju, seperti Jerman dan Jepang, membangun bangsanya melalui politik identitas, walau negaranya hancur lebur akibat perang.
"Jepang membangun jati dirinya melalui pengutamaan penggunaan bahasa Jepang, seperti penerjemahan semua literatur asing dalam bahasa Jepang. Semangat dan sikap Jerman ditunjukkan pada kecintaan pada bahasanya," katanya.
Mendiknas Bambang Sudibyo mempertanyakan, mengapa bangsa yang telah membangun diri melalui politik identitas jauh sebelum Proklamasi Kemerdekaan (sekarang berusia 80 tahun) tidak juga membawa kemajuan dalam bidang perekonomian kita. "Adakah kondisi ini disebabkan kekurangyakinan kita pada identitas keindonesiaan yang telah diikrarkan dalam Sumpah Pemuda itu? Akibatnya, derap langkah kita dalam membangun keindonesiaan kurang terarah karena kurang percaya diri. Indikasinya, kurang menempatkan bahasa nasional sebagai tuan rumah di negeri sendiri."
Pembangunan bangsa melalui politik identitas bukan berarti kita anti terhadap identitas bangsa lain, Bambang menegaskan. Penempatan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara dalam Undang-undang Dasar Negara Kesatuan RI 1945 telah menempatkan bahasa Indonesia sebagai bahasa ilmu dan bahasa media massa, serta bahasa pengantar dalam pelaksanaan pendidikan anak bangsa.
Hal ini dipertegas kembali dalam Undang-undang No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional bahwa bahasa Indonesia digunakan sebagai bahasa pengantar pendidikan nasional. Kongres Bahasa Indonesia yang dinilai sangat strategis, diharapkan Mendiknas dapat membahas berbagai masalah kebahasaan dan kesastraan terkait dengan berbagai perubahan dan perkembangan yang terjadi. Kongres juga diharapkan dapat merumuskan berbagai langkah strategis untuk terus mengembangkan bahasa Indonesia untuk berbagai keperluan masyarakat pendukungnya dalam kehidupan masa kini dan masa depan.
"Di samping itu juga dapat merumuskan strategi peningkatan mutu penggunaan bahasa Indonesia di berbagai kalangan masyarakat, terutama di kalangan pendidikan anak bangsa untuk menghasilkan lulusan yang cerdas dan berdaya saing serta mandiri," papar Bambang Sudibyo. http://nasional.kompas.com/read/2008/10/28/20445614/kebanggaan.terhadap.bahasa.indonesia.menurun.

Bagaimana kita menyikapi berita tersebut?

Pengertian identitas nasional jika dilihat dari etimologi kata menurut Sedarnawati Yasni dalam buku Citizenship adalah:

 Identitas: sifat khas yang menerangkan dan sesuai dengan kesadaran diri, golongan, kelompok, komunitas, atau negara sendiri.
Nasional: identitas yang melekat pada kelompok lebih besar, yang diikat oleh kesamaan fisik (seperti budaya, agama, dan bahasa) dan non fisik (seperti keinginan, cita-cita, dan tujuan).

Dengan kata lain Identitas Nasional adalah hal yang bisa membedakan bangsa kita dengan bangsa lain. Identitas adalah ciri khas bangsa kita yang tidak ada sangkut pautnya dengan bangsa lain. Dengan identitas inilah kita bisa dikenal sebagai suatu bangsa dalam masyarakat global.

Sebenarnya, banyak sekali hal yang bisa dikategorikan sebagai identitas nasional dari bangsa Indonesia. Identitas nasional bisa berupa kebudayaan, suku bangsa, agama, dan bahasa. Ya, salah satu bentuk identitas nasional adalah bahasa nasional.




Seperti yang telah dicetuskan generasi pemuda 1968, bahasa Indonesia sebagai bahasa ibu bangsa Indonesia adalah salah satu warisan historis dan hakiki untuk identitas bersama. Bahasa adalah ciri khas kita yang membedakan kita dengan bangsa lain. Bahasa adalah alat pemersatu bangsa. Bahasa Indonesia bisa menyatukan Indonesia yang terdiri dari berbagai macam latar belakang suku dan budaya. Kedudukan bahasa Indonesia dalam negara bisa kita lihat dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 36, Bab XV mengenai kedudukan bahasa Indonesia yang menyatakan bahwa bahasa Negara ialah bahasa Indonesia. Pertama, bahasa Indonesia berkedudukan sebagai bahasa nasional sesuai dengan sumpah pemuda 1928. Kedua, bahasa Indonesia berkedudukan sebagai bahasa Negara sesuai dengan undang-undang dasar 1945.

"Bahasa adalah cermin suatu bangsa. Jika kita bercermin, maka terpantul wajah kita–diri kita sendiri." –Friedrich Schiller


Saat ini, penggunaan bahasa Indonesia dengan baik dan benar mungkin hanya digunakan sebagai bahan ajar dalam pendidikan nasional, itupun tidak semuanya menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Banyak masyarakat Indonesia yang tidak bangga dengan bahasanya sendiri. Masyarakat Indonesia, terutama anak muda malah lebih tertarik memakai gaya bahasa kebarat-baratan. Hanya sedikit orang yang tahu tentang bahasa Indonesia yang baik dan benar. Mungkin kita merasa bahasa Indonesia terkesan kuno, dan tidak ‘gaul’ sehingga kita kurang percaya diri memakai bahasa kita sendiri. Padahal, kita seharusnya sadar bahwa dengan minimnya pengetahuan kita tentang bahasa Indonesia yang baik dan benar, kita menjadi krisis identitas nasional. Kita menjadi rentan untuk dijajah oleh bangsa lain.


Jika saja kita mau mengembangkan bahasa sebagai alat pengembangan kebudayaan nasional, ilmu pengetahuan, dan teknologi, mungkin saja kita bisa menggunakan bahasa sebagai alat untuk menyatakan nilai-nilai sosial budaya nasional kita. Kita juga bisa berdiri kokoh sebagai suatu bangsa dengan identitas kita sendiri meskipun banyak akulturasi dari budaya lain.

Nasionalisme terhadap bahasa sendiri bukan berarti kita harus menolak semua akulturasi dari bangsa lain. Bukan berarti karena kita diharuskan melestarikan Bahasa Indonesia, kita harus menolak pelajaran yang memakai bahasa asing. Tidak, kita tidak harus begitu.




Seperti yang dikatakan Bambang Soedibyo dalam berita diatas, pemerintah sudah mengupayakan berbagai macam cara untuk meningkatkan mutu penggunaan bahasa Indonesia di berbagai kalangan masyarakat terutama di kalangan pendidikan anak bangsa untuk menghasilkan lulusan yang cerdas dan berdaya saing serta mandiri. Nah, sekarang tinggal bagaimana kita sebagai bangsa Indonesia menyikapinya, tentunya kita harus mendukung setiap upaya yang telah dilakukan pemerintah terhadap identitas bangsa kita. Kita tentunya tidak mau perjuangan para pahlawan kita dalam memperjuangkan kemerdekaan terbuang sia-sia hanya karena krisis identitas nasional kita saat ini.

Jangan karena kekurangyakinan kita terhadap identitas kebangsaan, kita menjadi labil dan krisis identitas nasional. Kita sebagai generasi muda seharusnya bisa melestarikan bahasa Indonesia agar bisa bertahan hingga generasi selanjutnya. Kita bisa mulai belajar dari sekarang bagaimana penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Belajar bagaimana seharusnya bahasa Indonesia bisa kita kembangkan dan pelihara sehingga muncul kebanggaan dalam setiap warga negara Indonesia. Belajar untuk lebih mencintai bahasa dan negara kita sendiri. Belajar untuk tidak menyamakan bangsa kita dengan bangsa lain. Kita berbeda dengan bangsa lain. Tunjukkan hal tersebut dengan identitas kita, dengan bangga berbahasa Indonesia, dengan bangga terhadap negara kita sendiri. Dengan mulai dari hal - hal tersebut, kita bisa mulai menanamkan nasionalisme terhadap bangsa kita. Dengan semua itu, kita bisa mempertahankan identitas nasional bangsa Indonesia.


Ditulis oleh: Kartika Putri Hanafi
                  1111003050
                  Ilmu Komunikasi