Hak asasi manusia, setiap manusia lahir pasti memiliki hak ini, hak yang dimiliki sejak lahir hak manusia untuk berpendapat dan melakukan yang mereka mau atau dengan kata lain hak kebebasan manusia. Tetapi ada beberapa kasus orang mengunci mati hak seseorang, salah satunya adalah kasus yang saya angkat menjadi studi kasus saya yaitu kasus “Marsinah”
Pada pertengahan April 1993, para buruh PT. CPS (Catur Putra Surya)—pabrik tempat kerja Marsinah—resah karena ada kabar kenaikan upah menurut Sudar Edaran Gubernur Jawa Timur. Dalam surat itu termuat himbauan pada para pengusaha untuk menaikkan upah buruh sebesar 20% dari upah pokok. Pada minggu-minggu tersebut, Pengurus PUK-SPSI PT. CPS mengadakan pertemuan di setiap bagian untuk membicarakan kenaikan upah sesuai dengan himbauan dalam Surat Edaran Gubernur.
Tanggal 4 Mei 1993 pukul 07.00 para buruh PT. CPS melakukan unjuk rasa dengan mengajukan 12 tuntutan. Seluruh buruh dari ketiga shift serentak masuk pagi dan mereka bersama-sama memaksa untuk diperbolehkan masuk ke dalam pabrik. Satpam yang menjaga pabrik menghalang-halangi para buruh shift II dan shift III. Para satpam juga mengibas-ibaskan tongkat pemukul serta merobek poster dan spanduk para pengunjuk rasa sambil meneriakan tuduhan PKI kepada para pengunjuk rasa.
Aparat dari koramil dan kepolisian sudah berjaga-jaga di perusahaan sebelum aksi berlangsung. Selanjutnya, Marsinah meminta waktu untuk berunding dengan pengurus PT. CPS. Perundingan berjalan dengan hangat. Dalam perundingan tersebut, sebagaimana dituturkan kawan-kawannya. Marsinah tampak bersemangat menyuarakan tuntutan. Dialah satu-satunya perwakilan dari buruh yang tidak mau mengurangi tuntutan.
Namun, pertentangan antara kelompok buruh dengan pengusaha tersebut belum berakhir. Pada tanggal 5 Mei 1993, 13 buruh dipanggil kodim Sidoarjo. Para buruh terpaksa menerima PHK karena tekanan fisik dan psikologis yang bertubi-tubi. Dua hari kemudian menyusul 8 buruh di-PHK di tempat yang sama.
Marsinah bahkan sempat mendatangi Kodim Sidoarjo untuk menanyakan keberadaan rekan-rekannya yang sebelumnya dipanggil pihak Kodim. Setelah itu, sekitar pukul 10 malam, Marsinah lenyap. Marsinah marah saat mengetahui perlakuan tentara kepada kawan-kawannya. Selanjutnya, Marsinah mengancam pihak tentara bahwa Ia akan melaporkan perbuatan sewenang-wenang terhadap para buruh tersebut kepada Pamannya yang berprofesi sebagai Jaksa di Surabaya dengan membawa surat panggilan kodim milik salah seorang kawannya. Mulai tanggal 6,7,8, keberadaan Marsinah tidak diketahui oleh rekan-rekannya sampai akhirnya ditemukan telah menjadi mayat pada tanggal 9 Mei 1993.
Mayat Marsinah ditemukan di gubuk petani dekat hutan Wilangan, Nganjuk tanggal 9 Mei 1993. Posisi mayat ditemukan tergeletak dalam posisi melintang dengan kondisi sekujur tubuh penuh luka memar bekas pukulan benda keras, kedua pergelangannya lecet-lecet, tulang panggul hancur karena pukulan benda keras berkali-kali, pada sela-sela paha terdapat bercak-bercak darah, diduga karena penganiayaan dengan benda tumpul dan pada bagian yang sama menempel kain putih yang berlumuran darah.
Dasar Hukum / Pasal pada Undang Undang
Pasal 1 butir ke-1 UU No. 39 tahun 1999
Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum dan Pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.
Pasal 1 butir ke-6 UU No. 39 tahun 1999
Pelanggaran hak asasi manusia adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk aparat negara baik disengaja maupun tidak sengaja, atau kelalaian yang secara melawan hukum mengurangi, menghalangi, membatasi, dan atau mencabut hak asasi manusia seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh Undang-undang ini, dan tidak mendapatkan, atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar, berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku.
Pasal 9 butir ke-1 UU No. 39 tahun 1999
Setiap orang berhak untuk hidup, mempertahankan hidup dan meningkatkan taraf kehidupannya.
Pendapat saya tentang kasus Marsinah
Berdasarkan uraian tentang definisi HAM pada pasal 1 butir ke-1 jo pasal 9 butir ke-1 UU No. 39 tahun 1999, dikaitkan dengan dengan adanya fakta kejadian tersebut, pembunuhan terhadap Marsinah dapat dikategorikan sebagai pelanggaran HAM, sebagaimana halnya dalam kasus pembunuhan aktifis HAM lainnya yaitu antara lain Munir yang dalam nampak dalam proses hukumnya dengan diterapkannya pasal-pasal dalam KUHP tentang pembunuhan, bukan pasal-pasal dalam UU tentang Pengadilan HAM.
Pada akhirnya menyebabkan Marsinah dibunuh oleh pihak tertentu untuk meredam aksi buruh di beberapa tempat lainnya di Indonesia saat itu.
Pembunuhan terhadap pegiat HAM adalah pelanggaran HAM yang tergolong serius, oleh karena itu ketidaktuntasan kasus ini akan menjadi bukti betapa lemahnya pemerintah di kalangan intelejen dan pro status quo untuk mengungkap kasus-kasus pembunuhan para pembela HAM seperti kasus aktivis buruh Marsinah, dan kasus-kasus pelanggaran HAM lainnya.
HAM sebuah hak yang kita miliki sejak lahir, dalam kasus ini hak dari seorang Marsinah dikunci mati untuk memperjuangkan hak hak teman teman buruhnya, kasus menyebabkan tewasnya Marsinah sebagai peredam kasus ini. Tetapi perjuangan Marsinah mendapat sebuah anugerah dari Republik Indonesia yaitu memperoleh Penghargaan Yap Thiam Hien pada tahun yang sama. Kasus ini menjadi catatan ILO (Organisasi Buruh Internasional), dikenal sebagai kasus 1713.
Begitu besar perjuangan seorang wanita bernama Marsinah, hingga nyawa dia harus direlakan, penghargaan ini menjadi pengganti perjuangan Marsinah dan Penyelidikan lebih detail harus terus di jalankan.
Ditulis : Fakhri Raditya / 1111003098 / Ilmu Komunikasi
Merkur 34C Long Handled Safety Razor
BalasHapusMerkur 34C Long Handled Safety Razor. This is the finest quality safety razor. Made 메리트 카지노 주소 in Solingen, 메리트 카지노 Germany. The Merkur 34C is a quality safety razor.€37.90 제왕 카지노 · In stock